Selasa, 20 April 2010

Mandiri

Seninya Mengajar
Anak Mandiri

Di zaman yang serba cepat perubahannya ini, semua orang seperti berlomba meningkatkan taraf hidupnya. Suami-istri sibuk bekerja, sedang anak ditinggal bersama "bibik" di rumah. Anak selalu dilayani "bibik" ketika mandi, makan, berpakaian, mengerjakan tugas dari sekolah, bahkan berbagai hal sepele lainnya. Benarkah semua itu menjadikan anak tidak mandiri?

Ketidak-mandirian seorang anak baru akan dirasakan orangtua manakala pengasuhnya terpaksa libur melayani, misalnya karena mudik saat Lebaran. Kalau sudah begitu, biasanya orangtua hanya bisa mengeluh, mengapa anaknya harus serba dibantu untuk mengurus dirinya sendiri.

Ketidakmandirian memang ditandai dengan ketidakmampuan anak untuk mengurus dirinya sendiri (ketidakmandirian fisik). Namun, bisa berujud ketidakmampuan anak untuk membuat keputusan (ketidak-mandirian psikologis). Akibatnya, ia sering jadi merepotkan, juga mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ketidakmampuan membuat keputusan juga membuatnya jadi kurang percaya diri, ia tampak cenderung bergantung pada orang lain. Tak heran bila ia terkesan mudah dipengaruhi, karena sering ragu untuk memutuskan.

Dari hubungan sebab-akibat tersebut, kasat mata benar betapa kemandirian berperan penting untuk membangun rasa percaya diri dan harga diri. Selanjutnya, kedua hal tersebut berdampak pada kemampuan bersosialisasi, hasrat berprestasi, dan daya saing anak di masa depan.

Pengaruh bawaan dan lingkungan
Dra. Mayke Sugianto Tedjasaputra, M.Si., dosen Psikologi Perkembangan Universitas Indonesia, Jakarta, menilai, kemandirian anak salah satunya ditentukan oleh faktor bawaan. Biasanya, seorang ibu mandiri akan melahirkan anak mandiri, sedangkan anak tidak mandiri berasal dari ibu tidak mandiri. Artinya, ada anak berpembawaan memang mandiri, ada juga yang memang suka dan menikmati jika dibantu orang lain.

Sedangkan faktor yang berpengaruh lainnya adalah lingkungan, terutama lingkungan terdekat yakni keluarga.

"Seorang anak yang menurut segi bawaannya mandiri, kalau dibiasakan selalu dibantu dan dilayani oleh keluarganya maka dapat saja berubah menjadi tidak mandiri," ujar Mayke.

Namun, orangtua yang bersikap selalu membantu anaknya umumnya bukan tanpa pertimbangan. Seorang anak yang lahir dengan kondisi fisik lemah akan lebih sering dibantu dibandingkan dengan anak yang lahir sehat. Tindakan serupa akan dilakukan pada anak kurang cerdas, atau terkena penyakit bawaan, seperti penyakit asma atau jantung.

Mayke juga melihat adanya korelasi antara tingkat kemandirian anak dengan urutan kelahiran. Anak sulung biasanya kurang mandiri dibandingkan anak bungsu. Yang melatarbelakangi, karena saat si sulung lahir, orang tua baru itu belum cukup berpengalaman. Anak sulung jadinya lebih banyak diperhatikan, dilindungi, dan dibantu. Anak bungsu juga sering dimanja, apalagi kalau selisih usianya cukup jauh dari kakaknya.

Pola asuh keluarga juga berpengaruh. Anak yang terlalu dilindungi dan banyak dibantu, biasanya rapuh kepribadiannya. "Bantuan berlebihan, yang diberikan karena orangtua kurang sabar, bisa mensugesti anak bahwa ia tidak mampu melakukan sesuatu sendiri," kata Dra. Tjut Rifameutia Ali-Napis, M.A., dosen Psikologi Pendidikan dari Universitas Indonesia, Jakarta. Contohnya, orangtua sering tidak sabar melihat anak tidak dapat dengan cepat mengikatkan tali sepatu atau mengancingkan baju. Maka, lebih baik orangtua memilihkan peralatan yang sederhana dan mudah dipakai, seperti baju kaus tanpa kancing, atau sepatu yang hanya menggunakan strap.

BELAJAR MANDIRI

learning1_1

Konsep Belajar Mandiri
Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Seringkali orang menyalahartikan belajar mandiri sebagai belajar sendiri. Kesalahpengertian tersebut terjadi karena pada umumnya mereka yang kuliah di UT cenderung belajar sendiri tanpa tutor atau teman kuliah. Belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa bantuan orang lain, dalam belajar.
Sebagai mahasiswa yang mandiri, Anda tidak harus mengetahui semua hal. Anda juga tidak diharapkan menjadi mahasiswa jenius yang tidak membutuhkan bantuan orang lain. Salah satu prinsip belajar mandiri adalah Anda mampu mengetahui kapan Anda membutuhkan bantuan atau dukungan pihak lain. Pengertian tersebut termasuk mengetahui kapan Anda perlu bertemu dengan mahasiswa lain, kelompok belajar, pengurus administrasi di UPBJJ, tutor, atau bahkan tetangga yang kuliah di universitas lain. Bantuan/dukungan dapat berupa kegiatan saling memotivasi untuk belajar, misalnya, mengobrol dengan tetangga yang kuliah di universitas lain, seringkali dapat memotivasi diri kita untuk giat belajar. Bantuan/dukungan dapat juga berarti kamus, buku literatur pendukung, kasus dari surat kabar, berita dari radio atau televisi, perpustakaan, informasi tentang jadwal tutorial, dan hal lain yang tidak berhubungan dengan orang.
Yang terpenting adalah Anda mampu mengidentifikasi sumber-sumber informasi. Identifikasi sumber informasi ini dibutuhkan untuk memperlancar proses belajar Anda pada saat Anda membutuhkan bantuan atau dukungan.

Melatih Mandiri Sejak Anak Belajar Tengkurap

Ilustrasi Anak Sedang Membaca

Model: Rachel Raaniya (1.1 thn) Foto: SERAMBI/M ANSHAR

MENGGEMBLENG anak agar menjadi pribadi-pribadi yang tidak cengeng dan penuh kemandirian ternyata dapat dibentuk sejak anak berlatih tengkurap. Saat anak berusia tiga-empat bulan sebenarnya sudah dapat diajarkan untuk mandiri. Ini dapat dilakukan dengan membiarkannya berlatih tengkurap. Latihlah untuk mandiri, dengan tidak terlalu membantunya belajar tengkurap, tapi hanya menyemangati dan berikan applause saat anak berhasil menggapai posisi tengkurap.

Contoh lain, pada usia enam-tujuh bulan saat anak belajar duduk pun kemandirian tetap harus diterapkan. Bahkan hingga anak beranjak besar pada usia 11-12 bulan di mana dia telah ada pada tahap belajar jalan, tetap harus diajarkan mandiri dengan usahanya sendiri. Saat dia belajar berjalan, taruh mainan di depannya lalu biarkan anak untuk berusaha mengambilnya sendiri. Tak hanya sebatas itu saja, mengajarkan kemandirian pada anak efektif dilakukan saat dia makan.

Dengan membiarkannya makan sendiri, meski berantakan, akan menuntutnya untuk terbiasa tidak dilayani. Kemandirian yang diajarkan pada anak sejak dini akan membuatnya dapat mengatur waktu kegiatannya sendiri dan membuat anak terbiasa menolong orang lain serta lebih bisa menghargai orang lain. Pada umumnya mereka lebih percaya diri dan dapat mengontrol dirinya sendiri.